Langsung ke konten utama

Konsep Doa dalam Prespektif Al-Quran

Konsep Do’a Dalam Prespektif Al-Quran
Oleh: Elvan Tedio Fawaz
Abstrak
Al-Qur`an merupakan sumber utama perundang-undangan dalam Islam sekaligus sebagai pedoman, penuntun, guidelines abadi bagi seluruh ummat Islam dan siapapun yang mengimaninya. Oleh karena itu, sebagai konsekwensi logis, setiap orang yang beriman, berkewajiban untuk menjalankan segala perintah yang ada di dalam al-Qur`an dan menjauhi segala yang di larangnya. Adapun salah satu hal yang diajarkan al-Qur`an adalah tuntunan untuk berdoa. Term doa telah banyak diketahui oleh masyarakat. Berbagai literatur telah banyak memberikan informasi terkait dengan doa. Akan tetapi, pemahaman yang diberikan cenderung mengartikan kata “doa” hanya sebagai permohonan. Terlebih bila dihubungkan dengan “terkabulnya doa”. Dalam ajaran Islam doa menempati posisi penting, dan tidak hanya digunakan untuk meminta kebutuhan hidup semata, melainkan sebagai sarana berinteraksi dengan Allah dan juga sarana beribadah. Dengan demikian, harus dilakukan kajian tafsir dengan segala pembahasannya, sehingga makna yang tersurat dalam Alquran tersebut dapat dipahami. Oleh karena itu, salah satu kajian tafsir tentang konsep “Doa” yang tertera dalam  surah Al Baqarah ayat 186 dan surah Al A’raf ayat 55, adalah suatu hal yang sangat penting dilakukan, karena doa merupakan suatu pengakuan tentang kekuasaan, kebesaran dan kesucian Allah swt. dari segala yang tidak layak bagi-Nya dan mengakui kekuasaan, kebesaran dan kesucian Allah dari segala kekurangan, dan juga sebagai landasan utama dalam menyampaikan konsep doa tersebut.

Kata Kunci: Al-Quran, Konsep Doa, Al-Baqarah 186














Bab I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang lemah, sehingga manusia tidak dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya secara mandiri. Adakalanya manusia harus berinteraksi dengan sesama guna melengkapi kebutuhan-kebutuhan tersebut, karena manusia juga makhluk sosial. Namun seiring meningkatnya kebutuhan, manusia tidak hanya membutuhkan bantuan dari sesama manusia, karena ada beberapa kebutuhan yang tidak mungkin dipenuhi oleh sesama manusia. Hal ini menyebabkan manusia kembali pada Dzat yang telah menciptakannya, yaitu dengan jalan berdoa. Bahkan untuk hal-hal yang mungkin didapatkannya dengan jalan meminta bantuan kepada sesama makhluk pun manusia tetap memintakannya kepada Dzat Maha Pemberi.
Dari hal yang telah di paparkan diatas kami mengetahui bahwa manusia tetaplah membutuhkan adanya interaksi dengan Tuhannya, karena menurut Molinowski dalam analisisnya mengenai manusia, bahwa manusia membutuhkan interaksi dengan Tuhannya guna memenuhi kebutuhan spiritualitasnya (ruhaniah)[1], baik itu dari agama Islam, Yahudi, Nashrani, bahkan Atheis pun sebenarnya mengakui adanya kekuatan lain di luar diri meraka, namun mereka enggan menyebutnya sebagai Tuhan.
Al-Quran sebagai kitab suci, merupakan petunjuk bagi ummat manusia, disegala ruang dan waktu, sehingga seharusnya dipahami Alquran tersebut secara mendalam, luas, utuh dan dinamis sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an juga merupakan sumber pokok ajaran Agama Islam, sehingga seluruh pembahasan ayatnya merupakan sesuatu yang urgen dalam Islam.  Begitu juga halnya pembahasan mengenai Doa, banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang Doa, dan juga mempunyai banyak arti yang berbeda. Dalam ayat yang sama pun Ulama banyak yang berbeda dalam menafsirkan kata Doa itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa kajian tentang konsep doa dalam prespektif Al-Quran sangat menarik untuk dicermati. Lebih menarik lagi, bilamana kajian tentang konsep doa tersebut berdasarkan pendekatan tafsir Al-Qur’an yang tedapat pada surah Al-Baqarah ayat 186.
1.2  Rumusan Masalah
Dengan merujuk pada uraian-uraian latar belakang yang jelas dipaparkan, maka masalah pokok yang akan dijadikan obyek kajian disini adalah bagaimana konsep doa yang tepat dalam prespektif Al-Quran? dan adapun sub-sub masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa definisi dari Doa ?
2.      Bagaimana hubungan surah Al-Baqarah 186 dalam konsep Doa ?
3.      Bagaimana konsep doa yang sebenarnya menurut Al-Quran ?

1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan tulisan ini:
1.      Ingin mengetahui definisi doa tepat.
2.      Ingin mengetahui apa yang ada di dalam surah Al-Baqaroh 186.
3.      Ingin mengetahui bagaimana konsep doa yang sebenarnya menurut Al-Quran.
1.4  Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan penelitian ini:
1)      Bagi pengembangan ilmu untuk menambah khazanah dalam bidang kajian al-Qur’an
2)      Bagi pemerintah sebagai dasar landasan dalam pengembangan pengetahuan tentang doa
3)      Bagi tokoh-tokoh agama sebagai referensi dalam pembinaan ummat/ sebagai referensi ulama-ulama untuk mencerdaskan ummat
4)      Bagi masyarakat sebagai acuan untuk membedakan makna doa yang sebenarnya
1.5  Metode Penulisan
Pada bagian ini dijelaskan tentang bagaimana pekerjaan keilmuan ini disesuaikan, tentang jenis penelitian, pendekatan dan cara-cara yang ditempuh serta bagaimana menganalisis tersebut.
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yakni melalui penelusuran kepustakaan (library research), yaitu jenis penelitian dari khazanah literatur dan menjadikan “dunia teks” sebagai objek utama analisisnya, yaitu dengan cara menuliskan, mengeditkan, mengklasifikasi, mereduksi, dan menyajikan data yang diperoleh dari sumber tertulis.[2]

2.      Metode Pengumpulan Data
Melihat jenis penelitian yang merupakan penelitian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan atau dokumentasi, yaitu mengkaji dan menela’ah pelbagai tulisan, buku, artikel, jurnal, ataupun majalah yang mempunyai relevansi dengan tema pokok dalam pembahasan ini.










Bab II
Pembahasan
A.      Pengertian Doa
Dari konstruksi hurufnya, doa merupakan kata serapan yang diadopsi dari bahasa Arab, yaitu al-du`a (الدعاء). Adapun dari sisi bentuk atau shighat (الصيغة)lafadz al-du`a (الدعاء) merupakan salah satu bentuk derivasi dalam bentuk mashdar (المصدر)[3] yang di ambil dari lafadz (دعا - يدعو). Sedangkan kata kerja (دعا - يدعو) sendiri, termasuk ke dalam fi`il tsulasi mujarrad, yaitu kata kerja yang terbentuk dari tiga hurufdal,`ain, dan alif, dengan menyandang predikat bina` mu`tal naqish[4].
Pembentukan lafadz mashdar al-du`a (الدعاء) dari kata kerja (دعا - يدعو), mengikuti salah satu kaidah pembentukan mashdar sima`I[5]  fi`il tsulasi mujarrad, yaitu apabila suatu lafadz mengandung arti suara, maka pembentukan mashdar akan mengikuti wazan فعالا atau فعيلا,[6] sehingga lafadz دعا yang secara teori memiliki bentuk asli دعو , berubah menjadi دعاوا . Akan tetapi, hasil derivasi tersebut belum mencapai bentuk final. Hal ini dikarenakan, bentuk mashdar دعاوا harus terbentur dengan ketentuan lain, yaitu apabila hurufwawu atau ya` terletak sesudah huruf tambahan; huruf alif yang terletak setelah huruf `ain, maka berdasarkan teori, huruf-huruf tersebut harus diganti dengan huruf hamzah. Dengan demikian, bentuk mashdar دعاواberubah menjadi دعاءا atau الدعاء.
“Doa” (الدعاء) merupakan jenis lafadz yang memiliki makna lebih dari satu. Hal ini terlihat ketika al-Qur`an menggunakan kata doa beserta derivasinya di berbagai tempat dengan sasaran makna yang berbeda. Berdasarkan data deskriptif di dalam kitab al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur`an al-Karim,[7] kata “doa” digunakan sebanyak kurang lebih dua ratus empat belas kali beserta derivasinya[8]. Arti etimologi lainnya, doa dapat bermakna memohon, minta diambilkan (sesuatu), membutuhkan, menuturkan kebaikan mayat, minta tolong, menyukai, mencari kebaikan (untuk orang lain), menisbatkan (kepada orang lain), mengajak dan mendorong (untuk melakukan sesuatu), dan menggiring[9].

B.       Doa Dalam Al-Quran
QS. Al-Baqarah (2): 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
 Artinya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dalam ayat ini Allah ingin menjelaskan bahwa setelah kamu berpuasa dan diri kamu telah menjadi suci, maka kamu pantas untuk bersyukur kepada-Nya. Dalam sebuah hadis Qudsi tertulis:
الله سبحانه يقول في الحديث القدسي : ) ثلاثة لا ترد دعوتهم ، الصائم حتى يفطر ، والإمام العادل ، ودعوة المظلوم ، يرفعها الله فوق الغمام وتفتح لها أبواب السماء ، ويقول الرب : وعزتي لأنصرنك ولو بعد حين[10]
Dalam Al-Quran di temukan bahwa setiap kata  سألك bertanya kepadamu selalu diiringidengan jawaban   قلkatakanlah, Namun dalam ayat 186 ini Allah tidak menyertakan kata tersebut, akan tetapi langsung menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Allah itu dekat dengan hamban-Nya, oleh karena itu tidak perlu perantara dalam menyampaikan jawaban-Nya[11].
Apabila dilihat dari segi Asbab al-Nuzul, ayat ini turun ketika salah seorang Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw : “Wahai Rasulullah, apakah Allah itu dekat, sehingga kami minta keselamatan kepada-Nya atau jauh sehingga kami memanggil-Nya?” Rasulullah terdiam dan turunlah ayat tersebut. Selanjutnya dalam Tafsir Al-Sa’dy (Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan) diterangkan bahwasannya lafadz al-Du’a’ dalam ayat tersebut bisa bermakna dua macam, yakni permohonan dan Ibadah. Dan yang jadi titik tekan dari Asbab al-Nuzul tersebut, ialah pertanyaan mengenai posisi Allah, sehingga turunlah ayat yang mengasusimkan bahwa Allah sangatlah dekat dengan kita, dan konsekwensi dari kedekatan tersebut ialah mudahnya Allah mendengar doa para hambanya untuk kemudian dikabulkan oleh-Nya.
  
Dalam ayat ini Allah S.W.T mempergunakan kata ibadi tidak memakai kata abdi, karena ada perbedaan antara kedua kata tersebut sekalipun bentuk mufradnya sama abdun, seluruh manusia adalah abid bagi Allah. Akan tetapi tidak semua ibad terhadap Allah[12].

C.      Kandungan Pada Doa  
Abu Ishaq memunculkan konsepnya mengenai doa yang yang ditujukan kepada Allah. Menurutnya, secara umum, doa mengandung tiga hal:
Ø  Pertama, pengesaan dan pujian kepada Allah
Ø  Kedua, permohonan yang bersifat rohaniah, seperti meminta ampun, rahmat dan lain sebagainya
Ø  Ketiga, permohonan yang berorientasi kepada materi duniawi. Seperti halnya berdoa meminta rizki, anak, makanan dan lain-lain[13].

D.      Adab Dalam Berdoa
Allah sudah pasti akan menjawab doa manusia. Jika seseorang berdoa, paling tidak dia akan mendapatkan 3 macam perlakuan; dikabulkan waktu itu juga, ditunda pengkabulan doanya, atau diganti dengan hal lain yang lebih baik untuk pendoa. Hal ini sebagaimana yang diinformasikan sabda Rasulullah:
إنه لا يضيع الدعاء بل لا بد للداعي من إحدي الثلاث: إما ان يجعل له دعوته وإما أن يدخرها له في الأخرة وإما ان يصرف عنه من السوء مثلها (أخرجه أحمد(
 “Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan doa salah seorang di antara kamu, melainkan mestilah bagi orang yang berdoa salah satu dari 3 perkara: mengabulkan Allah doanya, atau menundanya hingga di akhirat, atau menggantinya dengan yang lainnya.” (HR. Ahmad)[14]

Untuk itu, perlulah beberapa kiat yang mesti dijalankan ketika berdoa, dengan orientasi melakukan doa terbaik dan Allah mengabulkan doa tersebut. Hal ini bisa berupa adab dalam berdoa. Tidak dipungkiri, ketika menghadap manusia dalam rangka meminta pertolongan, seseorang terikat suatu adab sopan-santun. Apalagi ketika berhadapan dengan Allah, tentunya di sana juga terdapat kode etik yang harus diperhatikan.
Berikut ini disampaikan beberapa adab dalam berdoa yang dikutip dari kitab ad-Du’a wa Yalihi al-‘Ilaj bi al-Ruqy min al-Kitab wa al-Sunnah
1.      Berdoa dengan rasa ikhlas
2.      Memulai dan menutup doa dengan memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah
3.      Yakin dengan apa yang didoakan dan yakin bahwa doa akan dikabulkan
4.      Perlahan-lahan dan tidak terburu-buru
5.      Menghadirkan hati dalam doa
6.      Berdoa dalam keadaan lapang maupun sempit
7.      Tidak berdoa melainkan hanya kepada Allah
8.      Memelankan suara antara terdengar dan tidak

E.       Konsep Ijabah Doa
Konsep ijabah atau terkabulnya suatu doa tidak dapat terlepas dari interpretasi lafadz doa itu sendiri. Hal ini dikarenakan, secara garis besar, doa memiliki dua pengertian: ibadah sebagai makna pokok, dan juga makna-makna sekundernya. Dengan kata lain, pengertian ini berimplikasi pada pemahaman konsep ijabahsuatu doa. Oleh karena itu, konsep ijabah al-du`a terbagi menjadi dua; konsep primer dan sekunder.
Terkait dengan lafadz doa yang diartikan sebagai ibadah, al-Thabari memberikan pandangannya terhadap konsep ijabah dari makna doa tersebut. menurutnya, kata ijabah di sini memiliki pengertian pemberian pahala. Hal ini merupakan sebuah konsekwensi konkrit bagi setiap ibadah yang ditunaikan. Oleh karena itu, konsep doa di sini dapat diartikan sebagai permohonan hamba kepada Allah dan memohon janji-Nya (seperti halnya) kepada para para wali Allah atas keta`atan mereka kepada-Nya. Adapun konsep ijabahdari pengertian doa ini, yaitu balasan yang Allah janjikan kepada setiap orang yang melaksanakan kewajiban. Dengan kata lain, konsep ibadah ini memiliki pengertian bahwa Allah akan memberikan pahala bagi setiap ibadah, sebagai bentuk ta`at kepada-Nya. Konsep inilah yang dipandang sebagai konsep primer dari terkabulnya doa[15]
            Dari keterangan di atas, terlihat konsep ijabah  doa, yaitu adakalanya doa dikabulkan di dunia, atau di akhirat, bahkan dikabulkan dengan cara diganti dengan hal yang lebih baik menurut Allah. Hal inilah yang menunjukan bahwa pada dasarnya, tidak ada doa yang ditolak oleh Allah (mardud). Karena ada kalanya Allah mengabulkan doa di dunia. Namun, apabila doa dirasa tidak terealisasikan didunia, maka terdapat dua kemungkinan. Pertama, Allah mengabulkannya doa itu di akhirat.Kedua, Allah mewujudkan doa tersebut dalam bentuk lain yang lebih baik. Dikabulkannya doa, baik itu di dunia, di akhirat atau bahkan diganti dengan yang lebih baik merupakan hikmah dari Allah swt. Karena Allah yang Maha mengetahui segala yang baik untuk hambanya. Dengan kata lain, Allah memberikan apa yang dibutuhkan namun tidak selalu mengabulkan apa yang diminta.
 

 
    
Bab III
Pennutup
A.      Kesimpulan
Pada dasarnya, kata doa merupakan jenis kata yang memiliki banyak makna,. Berdoa juga merupakan suatu ibadah bahkan berdoa adalah kunci dari ibadah, dalam hal ini kita memahami dan menjadi mengerti bagaimana konsep doa yang sebenarnya yang di ajarkan oleh Al-Quran, kita sadar bahwa kita hanyalah hamba biasa yang didak luput dari salah dan dosa, oleh karena itu kita di ajarkan bagaimana tata cara supaya kita bisa mengurangi segala dosa kita dengan berdoa dan lainya. Dan yang paling terpenting dalam konsep doa ini adalah bahwasanya Allah tidak akan pernah lupa untuk mengabulkan segala kegiingan atas hambanya yang mereka inginkan, akan tetapi penentuan dari segala kenginganan hambaNya ada pada penentuan terbaik-Nya atau kehendak-Nya, karena kami tidak akan perna tau mana yang terbaik bagi kami atas apa yang kami inginkan.

B.       Saran
Kajian yang terdapat dalam al-Qur’an tidak akan pernah ada hentinya. Seiring berkembangnya zaman ragam penafsiran al-Qur’an senantiasa muncul dan mencetuskan pemikiran-pemikiran cemerlang dari para mufassir. Begitu juga halnya pembahasan doa dalam al-Qur’an, tidak akan mampu ter-cover dalam satu makalah ataupun buku yang tebal sekalipun.
Makalah ini bukanlah hasil final dari sebuah pembahasan tentang doa dalam al-Qur’an, dan memungkinkan terdapat banyaknya kesalahan. Kami sebagai penulis hanya berharap akan ada peneliti-peneliti dari cendekiawan muslim yang bersedia menyumbangkan fikirannya untuk kembali menelaah ulang pembahasan doa dalam al-Qur’an. Sehingga dapat mengembangkan wacana keislaman baik dari sisi Intelektualitas, moralitas, maupun spiritualitas. Akhir kata dari kami  (penulis) mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan, baik dari segi penulisan maupun kesalahan informasi (data) yang disampaikan.
Daftar Pustaka
Tafsir As-Sya’rawi Juz 1
Moh. Soehadha, “Pengertian Antropologis Tentang Agama dan Pengertian Oleh Negara Tentang Agama di Indonesia”, ESENSIA, VI no.2, Juli 2005.
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1989.
Busyro, Muhtarom. al-Sharf al-Wadlih: Shorof Praktis “Metode Krapyak”. Yogyakarta: Putera Menara, 2007.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur`an al-Karim kairo: Dar al-Hadis, t.t.
Ibn Mandzur, Lisan al-`Arab DVD Maktabah Syamilah, Pustaka Ridwan, 2008.
Al-Shan’ani, Muhammad ibn Isma`il al-Kahlani Subul al-Salam DVD Maktabah Syamilah, Pustaka Ridwan, 2008.
Al-Thabari, Abu Ja`far, Jami` al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an DVD Maktabah Syamilah, Pustaka Ridwan, 2008.
http://www.bloger.com/post.cread,
http://www.wikipediabahasaindonesia.com. 



[1] Moh. Soehadha, “Pengertian Antropologis Tentang Agama dan Pengertian Oleh Negara Tentang Agama di Indonesia”, ESENSIA, VI no.2, Juli 2005, hlm. 183-190.

[2] Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1989), h. 43.
[3] Mashdar merupakan kata benda jadian yang tidak terkait dengan keterangan waktu  layaknya kata kerja (fi`il). Adapun mashdar dalam ilmu shorof, terbagi menjadi dua, yaitu mashdar mim dan masdhar ghair mim. Secara singkat, perbedaan keduanya dapat dilihat dari ada atau tidaknya huruf mim (م) di awal kata. Apabila huruf awal suatu mashdar terdiri dari huruf mim, maka termasuk ke dalam kategori mashdar mim. Lihat: Muhtarom Busyro, al-Sharf al-Wadlih: Shorof Praktis “Metode Krapyak”(Yogyakarta: Putera Menara, 2007), hlm. 189-190.
[4] mu`tal naqish merupakan salah satu bina` mu`tal, yaitu apabila lam fi`il (mengikuti wazan فعل) suatu lafadz terdiri dari huruf `illatalif, waw, dan ya`. Dengan demikian, lafadz (دعا) menyandang bina` mu`tal naqish karena adanya huruf `illat alifdi huruf terakhir. Untuk lebih jelas, lihat: Muhtarom Busyro, al-Sharf al-Wadlih…hlm. 25.
[5] Mashdar sima`i adalah salah satu bentuk mashdar yang terbentuk berdasarkan pendengaran dari kata-kata yang diucapkan oleh orang Arab sebagai native-speaker atau pemilik bahasa tersebut. dengan demikian, jumlah wazan untuk membentuk mashdar jenis ini memiliki jumlah yang banyak serta tidak dapat diqiyaskan. Lihat: Muhtarom Busyro, al-Sharf al-Wadlih…hlm. 190.
[6] Lihat: Muhtarom Busyro, dalam al-Sharf al-Wadlih…hlm. 210.  
[7] Lihat: Muhammad Fuad Abdul Baqi al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur`an al-Karim (kairo: Dar al-Hadis, t.t.), hlm. 257 – 260.     
[8] Dalam ilmu linguistik, derivasi adalah adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan. Lihat: Dwi Purmanto-Kajian Morfologi Derivasional dan Infleksional (Wikipidia Indonesia).  
[9] A. Baikuni dkk, Ensiklopedi al-Qur’an, hlm. 436.
  
[10] Tafsir As-Sya’rawi Juz 1 hlm  589.
[11] Ibid, hlm 589.
[12] Makna abid adalah orang yang di paksa untuk melakukan sesuatu atau yang lebih di kenal dengan sebutan budak/hamba. Namun kata abid ini lebih identic kepada budak yang menentang majikannya, sedangkan ibad budak yang taat. Hamba yang terakhir ini memilih untuk mentaati perintah Allah dan melawan ajakan hawa nafsu mereka. Lihat: Tafsir As-Sya’rawi Juz 1 hlm 590.
[13] Lihat: Ibn Mandzur, Lisan al-`Arab DVD Maktabah Syamilah, Pustaka Ridwan, 2008 hlm. 257. Juz 14.  
[14] Al-Shan’ani, Subul as-Salam Juz VII hlm. 249, , CD ROM Al-Maktabah Al-Syamilah, Pustaka Ridwana, 2008.
 
[15] Lihat: Abu Ja`far al-Thabari, Jami` al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an … hlm. 485. Juz 3.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemikiran Neo Sufisme

PEMIKIRAN NEO SUFISME Oleh: Elvan Tedio Fawaz Program Studi Aqidah Filsafat BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Di Indonesia, Hamka telah mengemukakan istilah tasawuf modern yang digagasnya dalam sebuah buku yang berjudul “Tasawuf Modern”. Tetapi dalam buku Hamka tersebut tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan buku ini, terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali dengan tasawuf modern, kecuali dalam hal “uzlah” . Kalau al-Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar khultah dalam mencari kebenaran hakiki untuk tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan kali ini kami akan sedikit menguraikan tentang tasawuf Neo Sufisme. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud Neo Sufisme? 2. Bagaimana ragam dan perkembangan Neo Sufisme? 3. Siapa tokoh Neo Sufisme? C. Tujuan Penulis 1. Mengerti dan memahami Neo Sufisme ...

Pengertian Wawancara

WAWANCARA DALAM METODOLOGI PENELITIAN A.     Pengertian Wawancara. Salah satu metode pengumpulan data adalah dengan jalan wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung dengan responden. Wawancara merupakan bagian terpenting dari setiap survey. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung engan responden. Yang dimaksud wawancara menurut Nazir (1988) adalah proses memperoleh proses keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara). Menurut kamus besar Indonesia, wawancara adalah Tanya jawab dengan seseorang yang di perlukan untuk di mintai keterangan atau pendapatny mengenai suatu hal. Kemudian menurut Bungin (2007), wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian dimana dalam pelaksanaannya terjadi proses per...

Komponen-Komponen Dakwah

Komponen-Komponen Dalam Dakwah A.     Pendahuluan Dakwah merupakan suatu system yang penting di dalam gerakan islam. Dakwah dapat di pandang sebagai proses perubahan yang diarahkan dan di rencanakan guna dapat menciptakan atau mencetuskan individu, keluarga, dan masyarakan serta peradaban dunia yang di ridhai oleh Allah S.W.T. Dan di dalam dakwah pun sudah kita katahui sangat erat kaitannya dengan komunikasi, dalam hal ini komunikasi sangatlah penting dalam proses dakwah, dan apabila kita ingin mendapatkan hasil yang bagus dan sempurna dalam berdakwah, maka kita haruslah menguasai cara-cara berkomunikasi denga baik, dari kita menguasai hal-hal tersebut maka kita akan mengetahui bagaimana prosesnya komunikasi dakwah tersebut, dan juga kita akan mengetahui apa sajakah unsur-unsur atau komponen-komponen dalam dakwah. Sebelum membahas pembahasan yang kita tuju ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang persentuhan komunikasi dan dakwah. Aktivitas dakwah dan komun...