Langsung ke konten utama

Makna Toleransi Umat Beragama

"Pengalaman yang menghasilkan sebuah pengetahuan"

Makna Toleransi Antar Umat Beragama. Dalam hal ini saya teringat pada suatu cerita yang dulu pernah di ceritakan oleh guru saya, yang mana pada waktu itu beliau mendapatkan suatu surat undangan yang mana di dalam surat undangan tersebut, mengundang beberapa  tokoh-tokoh pembesar Agama, yang bertujuan untuk mengadakan silaturahmi antar umat beragama, yang mana perkumpulan tersebut terjadi pada pertengahan bulan Desember, yang hampir bertepatan pada perayaan natal, yang mungkin ada tujuan nya juga dari pertemuan tersebut adalah untuk mengucapkan selamat natal dengan agama lain. Dan kami pun (umat muslim) harus pasang persiapan sebelum ada keputusan nanti kami harus mengucapkan selamat natal. Dan setelah berada di tempat perkumpulan, maka kami (umat muslim) waktu itu hanya sekedar bertanya saja kepada salah satu yang hadir pada acara tersebut yang kebetulan agamanya Kristen, Dan akhirnya kamipun bertanya, akan tetapi sebelum kami melontarkan pertanyaan kami (umat muslim), ingin menyampaikan ada sebuah undangan yang di tujukan kepada orang kristiani tersebut, kami (umat muslim) akan ada acara yang sangat besar yang mana akan di hadiri oleh ribuan orang bahkan sampai puluhan ribu, dan kami (umat muslim) akan sangat senang apabila anda (umat kritiani) bisa datang ketempat kami dan juga sebagai kehormatan bagi kami kalau anda bisa datang ketempat kami bahkan sampai menyambut dalam acara kami, dan dia pun bertanya ?(umat kristiani), acara apakah itu ?. dan kami pun (umat muslim) menjawab, yaitu acara perayan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang mana acaranya dari awal sampai akhir hanyalah mengagungkan Nabi Muhammad SAW, sejenak kami lihat wajah nya (umat kristiani) bingung dan belum bisa menjawabnya, dan pada akhirnya kami (umat muslim) membantu untuk menjawabnya, (umat muslim) sepertinya anda (umat kristiani) tidak usah datang, karena ini dalam irama untuk mengagungkan Nabi kami(umat muslim), di karenakan anda tidak punya keyakinan bahwa Nabi kami (umat muslim) adalah Nabi, sepontan (umat kristiani) menjawab, iya betul itu, dan kami pun berkata berarti anda tidak usah datang, dan dia kemballi menjawab iya, iya dan iya, dan kami pun tidak boleh marah, dan dia menjawab lagi dengan iya,iya dan iya karena dia kebingungan untuk menjawabnya, anda tidak usah datang dan kami pun tidak boleh marah karena kami mengerti toleransi, karena anda tidak percaya bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi maka kamipun tidak boleh memaksa agara anda datang pada acara kami, untuk mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, anda tidak perlu datang dalam acara kami, bagaimana,,? Sepontan dia pun menjawab iya, iya, betul. Bahkan kamipun tidak boleh marah apabila tiba-tiba anda punya fatwa bahwa kaum kristiani dilarang ikut-ikutan mauled Nabi, karena ini mengagunkan Nabi Muhammad, dan hukumnya haram, maka kamipun tidak boleh marah, karena ini fatwa urusan aqidah anda/kalian, di sebabkan kalau sekali anda ikut kedalam acara ini maka akan ternodai aqidah anda, karena anda tidak mempercayai Nabi Muhammad kok anda mengucapkan selamat atas kelahiranya dalam hal tersebut, maka itu bohong. Dan dia pun langsung mengucapkan kalimat Yaa Saya setuju itu (umat kristiani). Baik, maka kami (umat muslim) tidak akan marah walaupun anda (umat kristiani) tidak mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, bahkan anda pun boleh mengeluarkan fatwa atas hal tersebut, yang mengikuti mauled nabi hukumnya haram, karena ikut-ikutan mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Dan pada akhira dia pun menyepakati hal tersebut, dan begitu pula sebaliknya, kalau seandainya seketika kami (umat muslim) tidak mau mengucapkan selamat Natal, apakah anda mengatakan bahkwa kami tidak mengerti toleransi? Sepontan dia (umat kristiani) menjawab ohh tidak apa-apa, jadi kami tidak usah mengucapkan selamat natal kepada anda, anda (umat kristiani) tidak marah? Dia menjawab lagi ohh tidak apa-apa, dan kemudia kami (umat muslim) mengeluarkan fatwa para ulama bahwasanya mengucapkan selamat natal adalah haram, bagai mana itu ? dia (umat kristiani) menjawab yaa tidak apa-apa itu, karena anda (umat muslim) tidak percaya atas tuhan yesus. Dan begitulah akhir dari cerita pengalaman tentang toleransi beragama tersebut, jadi apabila ada umat islam yang tidak mau mengucapkan selamat natal maka hal tersebut bukan bertentangan dengan toleransi, dan apabila ada fatwa yang mengatakan, bahwa yang mengucapkan selamat natal hukumnya adalah haram, dan tidak di perkenankan, maka anda (umat kristiani) tidak boleh marah, dia menjawab: oh yaaa pastinya kami tidak akan marah, karena ini urusan Keyakinan anda (umat muslim). Dan inilah akhir dari makna toleransi umat beragama.
Dilihat dari kisah cerita pengalamat tersebut dapat kita simpulkan bahwasanya itulah makna toleransi yang sebenarnya, yang mana toleransi itu bukan berarti kita ikut dalam segala keyakinan bahkan sampai melebur di dalam keyakina-keyakinan yang ada, akan tetapi makna toleransi yang sesungguhnya adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tidak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Syari’ah telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap a historis, yang tidak ada dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masa depan.
  
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Interpretasi Budaya Clifford Geertz

Interpretasi Budaya Clifford Geertz Elvan Tedio Fawaz [1] Abstrak Budaya itu lahir karena manusia melakukan hal-hal dari ide-ide mereka, perilaku dan nilai-nilai. Akibatnya, memahami dan menggambarkan budaya hidup tidak dapat dipisahkan dengan tindakan manusia yang terlibat. Dan Agama adalah salah satu dari mereka. Clifford Geertz, seorang antropolog Amerika, membuat review detail pada konsep agama dan budaya dengan menggunakan metode deskripsi tebal. Geertz menyatakan bahwa "analisis budaya bukan ilmu eksperimental mencari nilai-nilai, melainkan ilmu interpretatif mencari makna" dua esai teoritis Nya terkenal. pertama, menggambarkan antropologi interpretatif secara umum; kedua, menggambarkannya secara khusus terutama dalam bidang agama. Dan untuk memulai, Geertz menggunakan pendekatan tersebut dalam studinya pada budaya dan agam a . Pendahuluan                Tradisi Antropologi pada masa lalu di...

Komponen-Komponen Dakwah

Komponen-Komponen Dalam Dakwah A.     Pendahuluan Dakwah merupakan suatu system yang penting di dalam gerakan islam. Dakwah dapat di pandang sebagai proses perubahan yang diarahkan dan di rencanakan guna dapat menciptakan atau mencetuskan individu, keluarga, dan masyarakan serta peradaban dunia yang di ridhai oleh Allah S.W.T. Dan di dalam dakwah pun sudah kita katahui sangat erat kaitannya dengan komunikasi, dalam hal ini komunikasi sangatlah penting dalam proses dakwah, dan apabila kita ingin mendapatkan hasil yang bagus dan sempurna dalam berdakwah, maka kita haruslah menguasai cara-cara berkomunikasi denga baik, dari kita menguasai hal-hal tersebut maka kita akan mengetahui bagaimana prosesnya komunikasi dakwah tersebut, dan juga kita akan mengetahui apa sajakah unsur-unsur atau komponen-komponen dalam dakwah. Sebelum membahas pembahasan yang kita tuju ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang persentuhan komunikasi dan dakwah. Aktivitas dakwah dan komun...

Pemikiran Neo Sufisme

PEMIKIRAN NEO SUFISME Oleh: Elvan Tedio Fawaz Program Studi Aqidah Filsafat BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Di Indonesia, Hamka telah mengemukakan istilah tasawuf modern yang digagasnya dalam sebuah buku yang berjudul “Tasawuf Modern”. Tetapi dalam buku Hamka tersebut tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan buku ini, terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali dengan tasawuf modern, kecuali dalam hal “uzlah” . Kalau al-Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar khultah dalam mencari kebenaran hakiki untuk tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan kali ini kami akan sedikit menguraikan tentang tasawuf Neo Sufisme. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud Neo Sufisme? 2. Bagaimana ragam dan perkembangan Neo Sufisme? 3. Siapa tokoh Neo Sufisme? C. Tujuan Penulis 1. Mengerti dan memahami Neo Sufisme ...