Makna Toleransi Antar Umat Beragama. Dalam hal ini saya teringat
pada suatu cerita yang dulu pernah di ceritakan oleh guru saya, yang mana pada
waktu itu beliau mendapatkan suatu surat undangan yang mana di dalam surat
undangan tersebut, mengundang beberapa tokoh-tokoh pembesar Agama, yang bertujuan
untuk mengadakan silaturahmi antar umat beragama, yang mana perkumpulan
tersebut terjadi pada pertengahan bulan Desember, yang hampir bertepatan pada
perayaan natal, yang mungkin ada tujuan nya juga dari pertemuan tersebut adalah
untuk mengucapkan selamat natal dengan agama lain. Dan kami pun (umat muslim)
harus pasang persiapan sebelum ada keputusan nanti kami harus mengucapkan
selamat natal. Dan setelah berada di tempat perkumpulan, maka kami (umat muslim)
waktu itu hanya sekedar bertanya saja kepada salah satu yang hadir pada acara
tersebut yang kebetulan agamanya Kristen, Dan akhirnya kamipun bertanya, akan
tetapi sebelum kami melontarkan pertanyaan kami (umat muslim), ingin
menyampaikan ada sebuah undangan yang di tujukan kepada orang kristiani
tersebut, kami (umat muslim) akan ada acara yang sangat besar yang mana akan di
hadiri oleh ribuan orang bahkan sampai puluhan ribu, dan kami (umat muslim)
akan sangat senang apabila anda (umat kritiani) bisa datang ketempat kami dan
juga sebagai kehormatan bagi kami kalau anda bisa datang ketempat kami bahkan
sampai menyambut dalam acara kami, dan dia pun bertanya ?(umat kristiani),
acara apakah itu ?. dan kami pun (umat muslim) menjawab, yaitu acara perayan
Maulid Nabi Muhammad SAW, yang mana acaranya dari awal sampai akhir hanyalah
mengagungkan Nabi Muhammad SAW, sejenak kami lihat wajah nya (umat kristiani)
bingung dan belum bisa menjawabnya, dan pada akhirnya kami (umat muslim)
membantu untuk menjawabnya, (umat muslim) sepertinya anda (umat kristiani)
tidak usah datang, karena ini dalam irama untuk mengagungkan Nabi kami(umat
muslim), di karenakan anda tidak punya keyakinan bahwa Nabi kami (umat muslim)
adalah Nabi, sepontan (umat kristiani) menjawab, iya betul itu, dan kami pun
berkata berarti anda tidak usah datang, dan dia kemballi menjawab iya, iya dan
iya, dan kami pun tidak boleh marah, dan dia menjawab lagi dengan iya,iya dan
iya karena dia kebingungan untuk menjawabnya, anda tidak usah datang dan kami pun
tidak boleh marah karena kami mengerti toleransi, karena anda tidak percaya
bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi maka kamipun tidak boleh memaksa agara anda
datang pada acara kami, untuk mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Muhammad
SAW, anda tidak perlu datang dalam acara kami, bagaimana,,? Sepontan dia pun
menjawab iya, iya, betul. Bahkan kamipun tidak boleh marah apabila tiba-tiba
anda punya fatwa bahwa kaum kristiani dilarang ikut-ikutan mauled Nabi, karena
ini mengagunkan Nabi Muhammad, dan hukumnya haram, maka kamipun tidak boleh
marah, karena ini fatwa urusan aqidah anda/kalian, di sebabkan kalau sekali
anda ikut kedalam acara ini maka akan ternodai aqidah anda, karena anda tidak
mempercayai Nabi Muhammad kok anda mengucapkan selamat atas kelahiranya dalam
hal tersebut, maka itu bohong. Dan dia pun langsung mengucapkan kalimat Yaa
Saya setuju itu (umat kristiani). Baik, maka kami (umat muslim) tidak akan
marah walaupun anda (umat kristiani) tidak mengucapkan selamat atas kelahiran
Nabi Muhammad SAW, bahkan anda pun boleh mengeluarkan fatwa atas hal tersebut,
yang mengikuti mauled nabi hukumnya haram, karena ikut-ikutan mengagungkan Nabi
Muhammad SAW. Dan pada akhira dia pun menyepakati hal tersebut, dan begitu pula
sebaliknya, kalau seandainya seketika kami (umat muslim) tidak mau mengucapkan
selamat Natal, apakah anda mengatakan bahkwa kami tidak mengerti toleransi?
Sepontan dia (umat kristiani) menjawab ohh tidak apa-apa, jadi kami tidak usah
mengucapkan selamat natal kepada anda, anda (umat kristiani) tidak marah? Dia
menjawab lagi ohh tidak apa-apa, dan kemudia kami (umat muslim) mengeluarkan
fatwa para ulama bahwasanya mengucapkan selamat natal adalah haram, bagai mana
itu ? dia (umat kristiani) menjawab yaa tidak apa-apa itu, karena anda (umat
muslim) tidak percaya atas tuhan yesus. Dan begitulah akhir dari cerita
pengalaman tentang toleransi beragama tersebut, jadi apabila ada umat islam
yang tidak mau mengucapkan selamat natal maka hal tersebut bukan bertentangan
dengan toleransi, dan apabila ada fatwa yang mengatakan, bahwa yang mengucapkan
selamat natal hukumnya adalah haram, dan tidak di perkenankan, maka anda (umat
kristiani) tidak boleh marah, dia menjawab: oh yaaa pastinya kami tidak akan
marah, karena ini urusan Keyakinan anda (umat muslim). Dan inilah akhir dari
makna toleransi umat beragama.
Dilihat dari kisah cerita pengalamat
tersebut dapat kita simpulkan bahwasanya itulah makna toleransi yang
sebenarnya, yang mana toleransi itu bukan berarti kita ikut dalam segala
keyakinan bahkan sampai melebur di dalam keyakina-keyakinan yang ada, akan
tetapi makna toleransi yang sesungguhnya adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial).
Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tidak boleh dilanggar. Inilah
esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan
menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa
merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Syari’ah telah menjamin bahwa tidak ada paksaan
dalam agama. Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama
kita adalah sikap a historis, yang tidak ada dasar dan contohnya di dalam
sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah
peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta
emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masa depan.
Komentar
Posting Komentar