Langsung ke konten utama

Arti Kebebasan

ARTI KEBEBASAN
Oleh: Elvan Tedio Fawaz
Bab I
Pendahuluan
1.1.   Latar Belakang
Keinginan manusia untuk hidup dengan bebas, merdeka merupakan salah satu keinginan manusiawi yang sangat amat mendasar. Maka tidak mengherankan bahwa masalah kebebasan sudah banyak sekali di soroti dalam berbagai karya tulis atau berbagai tulisan-tulisan dari berbagai bidang. Kebebasan kewarganegaraan di bicarakan dengan hangat di bidang politik. Dan dalam dunia ekonomi mereka mengenal pasaran bebas. Dan di bidang pendidikan pun kebebasan anak didik sering kali menjadi pusat perhatian. Dan tidak kalah menariknya di dalam lingkungan kehakiman, yang mana masalah kebebasan todak mungkin diabaikan.
Mengenai  kebebasan manusia terdapat bermacam-macam anggapan, pendapat dan pandangan. Dan didalam mempelajarinya, kita langsung dihadapkan pada fakta bahwa antara pendapat satu dengan yang lain, dalam hal ini tidak hanya terdapat perbedaan yang cukup besar, tetapi  sering juga dihadapkan dengan pertentangan. Perselisihan pendapat itu dapat di mengerti apabila kita menyadari bahwa kebebasan manusia bukanlah kebebasan mutlak atau murni, melaikan kebebasan yang relatif, karena dibatasi oleh situasi, waktu dan kondisi manusia tersebut.
Dan dalam hal ini saya berusaha menyajikan pembahasan tentang kebebasan yang di tinjau dari segi filsafatnya, karena dalam hal ini masuk juga sebaga tugas para filusuf untuk menyelidiki hal-hal yang tidak diselidiki oleh ilmu lainya.
1.2.   Rumusan Masalah
Dengan merujuk pada uraian-uraian latar belakang yang jelas dipaparkan, maka masalah pokok yang akan dijadikan obyek kajian disini adalah bagaimana kita mengetahui makna kebebasan yang sebenarnya yang berindukkan dari suatu buku? dan adapun sub-sub masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa arti dari kebebasan dari artian umum dan dasariah?
2. Bagaimana artian-artian khusus dalam memaknai arti kebebasan tersebut?

 1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan tulisan ini:
1.      Ingin mengetahui pengertian dari makna kebebasan
2.      Ingin mengetahui artian-artian khusus dalam memaknai arti kebebasan

1.4 Manfaat Penulisan            
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan penelitian ini:
1)      Bagi pengembangan ilmu untuk menambah khazanah dalam bidang kajian Filsafat
2)      Bagi pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam pengembangan makna kebebasan yang sebenarnya
3)      Bagi tokoh-tokoh agama sebagai referensi dalam pembinaan ummat/ sebagai referensi ulama-ulama untuk mencerdaskan ummat
4)      Bagi masyarakat sebagai acuan untuk membedakan pemikiran yang benar yang salah dan salah.







Bab II
Pembahasan
1.        Arti Umum dan Dasariyah
Pada sejatinya kata “bebas” tidaklah memiliki makna yang jelas, dari segala pemakaian kata ini terlihat bahwa kata “bebas” ini bisa menunjukan kenyataan-kenyataan yang berbeda-beda, bahkan dapat bertentangan dengan satu sama lain, namun segala kenyataan itu ditunjukkan dengan satu kata yang sama, yakni dalam keadaan tiadanya penghalang, paksaan, beban atau kewajiban. Dan dalam hal inilah yang merupakan arti paling umum dan mendasar yang sekiranya di miliki oleh istilah “kebebasan”. Oleh karena itu dalam memaknai arti bebas tidaklah dalam satu sisi saja, akan tetapi dari berbagai aspek.
A.    Ketidak jelasan
Dalam hal ini kata “bebas” sangatlah memiliki makna kata yang berlainan dari berbagai contoh kata yang ada seperti “lapar”, “uang”,”dll”, di karenakan kata “bebas” disini, tidaklah jelas artian katanya apabila tidak ada keterangan tambahan[1]. Dalam contohnya pemaknaan kata “lapar”, dalam kata tersebut sangatlah dapat di pahami dengan cepat, karena apabila kita di datangi orang yang kemudian orang tersebut berkata “saya lapar”, maka kita akan dapat langsung memahami arti dari kata tersebut, akan tetapi apabila kita di tangi kemballi oleh seseorang kemudian dia berkata “saya bebas”, maka kita belum bisa menangkap dengan jelas apa maksud dari perkataan tersebut, kita hanya bisa menerka dan menduga saja atas kata yang ia lontarkan kepada kita, entah ia bebas karena telah di lepaskan dari penjara? Atau terbebas dari hutang-hutangnya?.
Maka dengan kalimat “saya bebas” maka belum dapat dikatakan suatu kata yang jelas artinya, yang mana kata tersebut sangatlah sedikit sekali penjelasanya, bahkan hamper sama sekali tidak memberikan artian yang jelas. Kalimat ini dapat mempunyai bermacam-macam makna atau arti, dan semua arti tersebut mungkin terjadi akan tetapi manakah artian yang sebenarnya dalam memaknai artian tersebut. Dan untuk mengetahui kemungkinan arti mana yang pembicara maksud, dalam hal ini kita harus di beritahu olehnya dari hal-hal apa yang membuat dia berkata hal tersebut atau hal-hal apa yang membuat dirinya terbebas, dan ia harus mengemukakan segala hal yang bersangkutan dengan kata “bebas” tersebut, agar pemaknaan katanya menjadi jelas atau perkataan bebas tersebut memiliki arti yang jelas.
B.     Kenyataan yang berbeda-beda
Dalam bukunya Freedom, A New Analysis, Maurice Cranston, memberi beberapa contoh bagaimana perkataan “bebas” yang satu yang dapat menunjukkan bermacam-macam kenyataan, karena bersifat cukup instruktif[2]:
Contoh Pertama: Tulisan “bebas” di pintu kamar kecil di gedung-gedung umum (hotel, kantor, restoran, dll), maka maksud dari perkataan tersebut adalah bahwa saat ini ruangan atau kamar yang bertuliskan bebas berarti kosong, atau tidak ada orang di dalamnya. Akan tetapi di negeri Inggris atau eropa apabila terdapat tulisan “free” pada pintu-pintu semacam itu, maka yang dimaksud adalah orang tersebut boleh masuk secara gratis, tanpa membayar. Maka kata “bebas” di sini berarti “bebas dari biyaya”.
Contoh kedua: Pemakaian istilah “kebebasan” oleh Lord Acton di satu pihak dan Jean-Jacques Rousseau di lain pihak. Dalam bukunya History of Freeddom, Lord Acton melukiskan sejarah bangsa manusia denga memandangnya dari sudut perjuangan manusia untuk memperoleh kebebasan, dalam pandangan ini kebebasan bukan sesuatu yang sudah di miliki manusia demi kodrat, melainkan sesuatu yang diperjuangkan olehnya. Akan tetapi Rousseau memulai bukunya Du Contrat Social dengan kalimat yang terkenal, yaitu: “Manusia telah terlahir dalam kebebasan, akan tetapi di mana-mana ia terbelenggu[3]”.
Seandainya perkataan “bebas” hanya mempunyai satu arti saja, maka Acton dan Rousseau bertentangan pendapatnya mengenai suatu fakta, akan tetapi justru karena perkataan “bebas” dapat mempunyai berbagai arti, dan sesungguhnya mereka hanya memakai kata “kebebasan” dalam arti yang berlainan, dan ini lah yang kita sebut kenyataan yang berbeda.
C.     Tiadanya penghalang atau kewajiban
Dari beberapa contoh yang telah di paparkan sebelunya, dapat di artikan bahwasanya arti dari kata “bebas” dan “kebebasan” baru menjadi jelas apabila di katakana beberapa kata pengikat atau kata yang membantu untk memperjelas maksud dari kata-kata tersebut. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa kata “bebas” pada umumnya dan pada dasarnya ialah tiadanya penghalang atau pembatas, paksaan atau halangan, beban atau kewajiban, dan kesimpulan itu akan tetap berlaku, jikalau orang tersebut lebih suka menekankan “bebas untuk” dari “bebas dari”. Kebebasan untuk berbuat sesuatu pada dasarnya dimungkinkan oleh kebebasan dari apa yang menghalangi orang berbuat demikian.
Maka tepatlah apa yang di katakana Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia untuk menjelaskan arti kata “bebas”, yakni:
1.      Lepas sama sekali (tidak terlarang, terganggu dsb, sehingga boleh melakukan apapun dengan leluasa).
2.      Lepas dari (kewajiban, tuntutan dsb, dalam artian tidak terikat atau terbatas).
3.      Merdeka (tidak diperintah dsb).
Dan dalam merenungkan arti dan makna kebenasanya, manusia tidak berhenti pada arti yang paling umum dan medasar, dan telah di kembangkan dalam artian-artian khusus, yang akan saya bahas setelah ini.
2.         Arti-arti Khusus
Berlainan dengan kebebasan ala burung yang dapat terbang dengan bebasnya, ataupun bebas ala anak kecil yang masih bebas dari tanggung jawab, terdapat juga kebebasan dalam arti yang lebih luhur dan khusus manusia. Makhluk infra human tidak memiliki kebebasan dalam artian khusus ini, arti-arti yang saya maksudkan adalah kebebasan sebagai kesempurnaan eksistensi, kebebasan sebagai sifat kehendaka, dan akhirnya kebebasan dalam arti sosio politik[4].
A.    Kesempurnaan Eksistensi[5]
Jikalau dikatakan bahwasanya setiap manusia dalam lubuk hatinya yang paling dalam pastinya mengidam-idamkan kebebasan bagi dirinya sendiri, maka yang di maksudkan dengan pernyataan ini bukanlah kebebasan dalam artian “lepas dari segala kewajiban ataupun kekhawatiran dan tangguang jawab”, melainkan kebebasan sebagai makna keberadaan kita selaku manusia.
·         Kemandirian sebagai manusia
Manusia, baik perorangan maupun bangsa, merasa terdorong oleh kecenderungan yang tiada habisnya untuk melaksanakan diri. Tujuan kecenderungan ini ialah kemerdekaan, otonomi[6], kedewasaan. Cita-cita kepribadian yang merdeka dan berdiri sendiri itulah yang di maksudkan dengan kata “kebebasan” dalam arti leluhur. Kebebasan dalam artian khusus ini tidaklah terlepas dari dari kebebasan dalam arti umum, yakni tiada paksaan, halangan atau beban. Arti yang khusus ini, kesempurnaan eksistensi, merupakan pengkhususan dari arti umum.
·         Beberapa contoh
Untuk lebih menjelaskan arti kebebasan sebagai tujuan eksistensi manusia, perlulah lebih mengkongkritkan “beraneka ragam alienasi” tadi yang menghalangi manusia mencapai tujuannya, di karenakan tiap-tiap arti kebebasan hanya dapat di mengerti secara tepat jikalau sudah menjadi jelas dari penghalang macam apakah orang itu bebas.
Contoh: yaitu seseorang yang betul-betul ahli di bidangnya, misalnya seorang tukang kayu yang sudah berpengalaman. Dibandingkan dengan sang ahli ini, maka pemuda yang baru menjadi muridnya dan yang masih hijau dalam pekerjaannya, harus dikatakan “masih budak” dalam arti: masih serba tergantung pada guru dan pada peralatanya. Dalam keadaan ini, si anak yang murid itu masih asing bagi dirinya sendiri sebagai bakat tukang kayu. Ia masih di kuasai oleh kekuatan asing, oleh kenyataan yang di luar dirinya sendiri, yakni oleh sang guru dan peralatanya. Sebaliknya orang yang ahli dan telah banyak makan garam, ia tidak lagi bergantung kepada siapapun dan ia lebih banyak berdiri pada kakinya sendiri[7].
·         Bidang-bidang kebebasan (sebagai pelaksanaan diri)
Sebagaimana yang telah di jelaskan dari contoh di atas bahwa manusia dapat mengejar pelaksanaan diri atau kedewasaan rohani itu di bergai bidang kehidupan. Istilah dan ide “kebebasan” di pergunakan untuk mengungkapkan kemandirian manusia di segala bidang hidupnya, tetapi terutama untuk menunjukkan puncak-puncak tertinggi hidup moral dan beragama.
Bila sekarang ini keinginan akan kebebasan merupakan daya pendorong yang begitu besar, bila kemerdekaan dijunjung tinggi, bila pembebasan diperjuangkan di berbagai macam bidang, maka istilah “bebas” dan “merdeka” di sini kirannya harus diartikan kearah kesempurnaan eksistensi.
B.     Kebebasan Kehendak
“Bebas” dalam arti khusus yang kedua, dipakai untuk menunjukkan suatu sifat yang, menurut banyak filusuf dari zaman kuno sampai dengan masa kini dimilki oleh kehendak manusia.
·         Oto-determinasi yang terbatas
Harus diakui bahwa “oto-determinasi”, artinya penentuan diri oleh diriku sendiri, dan hanya berlaku di dalam batas-batas tertentu dan tidak absolut[8]. Jadi, dalam arti khusus ini, “kebebasan” merupakan suatu kemampuan manusia, khususnya kemampuan untuk memberikan arti dan arah kepada hidup dan karyanya. Maka Thomas Aquinas, memandang kehendak bebas sebagai kemapuan untuk mengambil keputusan dan dengan demikian menentukan apakah kita akan bertindak atau tidak.
·         Hubungan dengan arti-arti lain
Arti khusus yang kedua ini tidaklah terlepas dari arti umum dan dasariah. Bila kemauan manusia disebut “bebas” maka yang di maksudkan ialah tiadanya paksaan atau halangan dari pihak luar (diluar kemaunan itu), sehingga dengan sendirinyalah ia berbuat dan bertanggungjawab untuk memperkembangkan eksistensinya[9].
Dalam artian tersebut, kebebasan manusia bukanlah tujuan melaikan suatu sarana, yang mana sarana ini diperuntukkan bagi pembebasan manusia dari segala sesuatu yang menghalangi pelaksanaan dirinya dengan sepenuhnya. Maka untuk dibebaskan atau membebaskan diri  dari segala sesuatu yang mengikat suatu kebabasan, maka di perlukan sekurang-kurangnya kemampuan untuk menilai situasi hal tersebut, sambil membandingkannya dengan apa yang sebenarnya dicita-citakan sebagai kesempurnaan eksistensi. Hanya dengan kemampuan semacam itulah manusia dapat memberi arti dan arah kepada perbuatan yang di lakukannya dalam situasi hidupnya. Kemampuan yang sering diistilahkan sebagai “liberium arbitrium” itu merupakan sarana untuk mencapai kebebasan sebagai kesempurnaan eksistensi.
Dan pada sejatinya bahwasanya kebebasan kehendak tidak berarti kesewenang-wenangan atau bertingkah, bernuat apa saja sesuka hati, mengikuti naluri secara buta, membuang jauh segala tanggung jawab. Akan tetapi bukan hal semacam itulah yang dimaksudkan dengan kebebasan kehendak. Dan pada sejatinya pula kebebasan kehendak justru berperan sebagai prinsip keteraturan, keterarahan dan keterlibatan. Kebebasan tersebut mencegah kita diombang-ambingkan oleh hal ihwal kehidupan, sebab di mungkinkan olehnya mempergunakan semua ihwal itu demi perwujudan nilai-nilai kepadannya.
C.     Kebebasan dalam Arti Sosio-politik
Pada akhirnya istilah “kebebasan” dipakai juga untuk menunjukkan kepada syarat-syarat fisik, social dan politik yang harus terpenuhi supaya manusia dapat menghayati dan melaksanakan secara konkret kebebasannya dalam artian yang pertama dan kedua tadi, yakni kesempurnaan eksistensi dan kebebasan kehendaknya. Dan mengingat syarat yang harus terpenuhi itu bukan hanya satu, maka orang biasannya memakai istilah “kebebasan” dalam arti bentuk jamak “the democratic liberties”.
·         Kebebasan-kebebasan demokratis
Yang termasuk dalam kebebasan dalam kebebasan demokratis yaitu kebebasan berpikir, bertempat tinggal dan perpindah, kebebasan beragama, kebebasan pers, dan lain sebagainya. Dan dalam pentingnya kebebasan demokratis ini dirumuskan dengan jitu oleh Bung Hatta, ketika menyambuk sewindu surat kabar “Indonesia Raya”. Pada kesempatan itu, Bung Hatta berkata, antara lain:
“Delapan tahun sebenarnya belum berarti dalam usia surat kabar. Di negeri-negeri lain ada surat kabar yang telah beratus tahun umurnya. Tapi bagi “Indonesia Raya” usia delapan tahun pada akhir 1957 ini mengandung arti tersendiri. Ini menunjukkan bahwa ia lahir sebagai pembawa Negara Indonesia yang kemerdekaannya dan kedaulatannya diakui internasional. Dengan lahirnya setelah pemulihan kedaulatan, maka “Indonesia Raya” adalah sebagai symbol suasana polotik baru, yang sesuai dengan alam merdeka. Tujuan perjuangan kemerdekaan selama itu dimasa hindia belanda bukanlah semata-mata kemerdekaan manusia dari segala penindasan. Manusia Indonesia harus bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan. Ia harus bebas mengeluarkan pendapatnya, ia harus cepat bergerak, dan mantap hak-hak asasinya seperti yang dijamin oleh UUD. Tujuan Indonesia merdeka ialah demokrasi seluas-luasnya, demokrasi politik maupun ekonomi[10].
Dalam teks ini M. Hatta menyebutkan berbagai “kebebasan” yang bersifat syarat, entah bidang fisik, entah bidang ekonomi, entah di bidang sosio-politik (bebas mengelurkan pendapat).
·         Kebebasan yang bersituasi dan berkondisi
Kebebasan dalam artian yang ketiga ini bertalian erat dengan fakta bahwa kebebasan dalam arti pertama dan kedua tadi adalah kebebasan yang menjelma dan ser-situasi/kondisi. Karena kejasmanian kita, maka kebebasan insani bukanlah kebebasan mutlak, bukan tak terbatas kemampuan kretifbya, melainkan kebebasan dalam situasi tertentu dan pada hakikatnya terbatas. Situasi ini bersifat raung dan waktu, bersifat sejarah. Maka dari itu dalam melaksanakan kebebasan dalam artian yang pertama dan ke dua tergantung kepada lingkungan fisik, ekonomi, social, politik, dan historis.
·         Kebebasan dan hukum
Membicarakan hubungan antara paham kebebasan dalam arti sosio-logik ini di satu pihak dan dunia hukum dilain pihak, kita harus membedakan abtara paham kebebasan yang bersifat “hukum kodrat” atau “hak asasi manusia”, dengan paham kebebasan yang bersifat ‘hukum positif”.
·         Kebebasan dan hak asasi manusia
·         Kebebasan dan hak-hak kebebasan

3.        Arti Deskriptif dan Emosional
Dalam hal ini kata-kata tidak hanya berfunsi menyampaikan informasi objektif kepada orang yang disapa, tetapi juga mengungkapkan sikap hati dan perasaan subjektif orang yag menyapa, dan bahkan untuk menimbulkan sikap/perasaan tertentu pada orang yang disapa. Sejauh sebuah perkataan menyampaikan informasi dengan melukiskan kenyataan kurang lebih objektif, perkataan itu mempunyai arti deskriptif, dan sejauh perkataan itu mengungkapkan atau menimbulkan perasaan, maka perkataan tersebut mempunyai arti emosi, entah ekspresi emosi, atau evokasi emosi[11]. Dalam suatu contoh, perkataan “libur” misalnya mempunyai arti deskriptif, yakni tiadanya acara sekolah, kantor, pabrik, dll yang biasanya memberikan kesibukan atau pekarjaan. Dan perkataan “libur” dalam artian emosiaonal, yang mana perkataan ini menyebabkan perasaan senang, rasa lega.
Berkenaan dengan arti emosional perlu dicatat bahwa perasaan yang diekspresikan atau dimunculkan oleh sebuah perkataan memang dapat bersifat positif. Akan tetapi ada juga kata-kata yang sebaliknya merupakan ungkapan perasaan negatif atau menimbulkan rasa kuranng enak.
Mengenai kata “bebas” dan “kebebasan” harus dicatat bahwa arti deskriptifnya berubah-ubah menurut situasi dan konteksnya, sedangkan arti emosi sendiri cenderung untuk tetap sama, yakni mngungkapkan dan menimbulkan perasaan yang menyenangkan.











Bab III
Penutup
1.      Kesimpulan
Kebebasan manusia merupakan kenyataan majemuk yang terdiri dari tiga komponen dasar, yakni:
a.       Kedewasaan rohani sebagai kesempurnaan eksistensi yang mandiri.
b.      Penetuan diri melalui putusan nilai yang bebas (kebebasan kehendak).
c.       Syarat-syarat kebebasan di bidang fisik,sosial, ekonomi, dan poitik.
Ketiga komponen ini sagatlah berhubungan erat antara satu dan yang lainnya dan juga saling menunjukkan sebagai berikut:
·         Kebebasan sebagai kedewasaan rohani merupakan tujuan sendiri dari hidup manusia.
·         Kebebasan kehendak sebagai “oto-determinasi” merupakan jalan subjektif ke arah tujuan tersebut, “jalan”, karena bersifat sarana, bukan tujuan subjektif, karena subjek insani sendiri harus merintis dan menempuh jalan ini.
·         Kebebasan sosial dan politik menunjukkan syarat-syarat atau sikon objektif kehidupan di pelukan demi pembebasan, artinya: syarat-syarat ini harus dipenuhi supaya manusia dapat mencari tujuan hidupnya dengan jalan penentuan diri.






Daftar Pustaka
Syukur. Dr. Nico, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta, (Penerbit Kanisius), Cet. Pertama, 1988.
Lubis, Mochtar Catatan Subversif, Jakarta 1980.
H. Bergson, Time and Free Will, London-New York (G. Allen dan Unwin) 1971,
A. Dondeyne, Geloof en Wereled, Antwerpen 1963, (patmos).
M. Cranston, Freedom. A New Analysis, London (longmans) 1967.
Kamus Besar Bahasa Indonesia and Wikipedia Bebas.
 
 




[1]. Dr. Nico Syukur, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta, (Penerbit Kanisius), Cet. Pertama, 1988, hlm 40.
[2]. M. Cranston, Freedom. A New Analysis, London (longmans) 1967, hlm. 7-6 dan hlm. 10.
[3]. Kontrak Sosial, Jakarta (Erlangga) 1986. Lihat juga, The Essential Rousseau, New York (mentor book) 1974, hlm. 1-124: “The social Contract or the Principles of Political Right”.
[4]. Untuk uraian fasal dua ini, lihat. A. Dondeyne, Geloof en Wereled, Antwerpen 1963, (patmos), hlm. 140-146.
[5]. Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahsa latin yaitu existere, yang memiliki arti: muncul, ada, timbul, dan berada. Kemudian hal ini melahirkan empat penjelasan baru tentang eksistensi, antara lain: 1. Eksistensi adalah apa yang ada. 2. Eksistensi adalah apa yang memiliki. 3. Eksistensi adalah segala sesuatu yang di alami dengan penekanan bahwa sesuatu itu ada. 4. Eksistensi adalah kesempurnaan.
[6]. Dalam bahasa yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan Namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri.  
[7]. Dr. Nico Syukur, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta, (Penerbit Kanisius), Cet. Pertama, 1988, hlm 48.
[8]. H. Bergson, Time and Free Will, London-New York (G. Allen dan Unwin) 1971, hlm. 165-166.
[9]. Dr. Nico Syukur, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta, (Penerbit Kanisius), Cet. Pertama, 1988, hlm 52.
[10]. Dikutip dari Mochtar Lubis, Catatan Subversif, Jakarta 1980, hlm.113-114.
[11]. Dr. Nico Syukur, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta, (Penerbit Kanisius), Cet. Pertama, 1988, hlm 63.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Interpretasi Budaya Clifford Geertz

Interpretasi Budaya Clifford Geertz Elvan Tedio Fawaz [1] Abstrak Budaya itu lahir karena manusia melakukan hal-hal dari ide-ide mereka, perilaku dan nilai-nilai. Akibatnya, memahami dan menggambarkan budaya hidup tidak dapat dipisahkan dengan tindakan manusia yang terlibat. Dan Agama adalah salah satu dari mereka. Clifford Geertz, seorang antropolog Amerika, membuat review detail pada konsep agama dan budaya dengan menggunakan metode deskripsi tebal. Geertz menyatakan bahwa "analisis budaya bukan ilmu eksperimental mencari nilai-nilai, melainkan ilmu interpretatif mencari makna" dua esai teoritis Nya terkenal. pertama, menggambarkan antropologi interpretatif secara umum; kedua, menggambarkannya secara khusus terutama dalam bidang agama. Dan untuk memulai, Geertz menggunakan pendekatan tersebut dalam studinya pada budaya dan agam a . Pendahuluan                Tradisi Antropologi pada masa lalu di...

Komponen-Komponen Dakwah

Komponen-Komponen Dalam Dakwah A.     Pendahuluan Dakwah merupakan suatu system yang penting di dalam gerakan islam. Dakwah dapat di pandang sebagai proses perubahan yang diarahkan dan di rencanakan guna dapat menciptakan atau mencetuskan individu, keluarga, dan masyarakan serta peradaban dunia yang di ridhai oleh Allah S.W.T. Dan di dalam dakwah pun sudah kita katahui sangat erat kaitannya dengan komunikasi, dalam hal ini komunikasi sangatlah penting dalam proses dakwah, dan apabila kita ingin mendapatkan hasil yang bagus dan sempurna dalam berdakwah, maka kita haruslah menguasai cara-cara berkomunikasi denga baik, dari kita menguasai hal-hal tersebut maka kita akan mengetahui bagaimana prosesnya komunikasi dakwah tersebut, dan juga kita akan mengetahui apa sajakah unsur-unsur atau komponen-komponen dalam dakwah. Sebelum membahas pembahasan yang kita tuju ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang persentuhan komunikasi dan dakwah. Aktivitas dakwah dan komun...

Pemikiran Neo Sufisme

PEMIKIRAN NEO SUFISME Oleh: Elvan Tedio Fawaz Program Studi Aqidah Filsafat BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Di Indonesia, Hamka telah mengemukakan istilah tasawuf modern yang digagasnya dalam sebuah buku yang berjudul “Tasawuf Modern”. Tetapi dalam buku Hamka tersebut tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan buku ini, terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali dengan tasawuf modern, kecuali dalam hal “uzlah” . Kalau al-Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar khultah dalam mencari kebenaran hakiki untuk tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan kali ini kami akan sedikit menguraikan tentang tasawuf Neo Sufisme. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud Neo Sufisme? 2. Bagaimana ragam dan perkembangan Neo Sufisme? 3. Siapa tokoh Neo Sufisme? C. Tujuan Penulis 1. Mengerti dan memahami Neo Sufisme ...